Benarkah dunia yang kita lihat,rasa,dengar saat ini
merupakan dunia yang sebenarnya ?,apakah benar yang kita lihat dan rasa ini
merupakan keseluruahan dari dari yang sebenarnya ? atau sebagian saja yang
dapat kita lihat dan saksikan ? atau bahkan palsu sama sekali dari yang
sebenarnya ?
Pendekatan ini berawal adalah bahwa gagasan dunia luar yang
terbentuk dalam otak kita hanayalah sebuah respon yang diciptakan oleh signal
signal elektris. Merahnya apel, kerasnya kayu, bahkan, ibu, ayah, keluarga Anda
dan segala sesuatu yang Anda miliki, rumah, pekerjaan, kalimat-kalimat dalam
buku ini, hanya terdiri atas sinyal-sinyal elektris.
Salah satu pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah
cukup dengan kelima indra kita dapat melihat,mendengar,merasa,mencium dunia
yang sebenarnya ? pernyataan beberapa ilmuwan bahwa "manusia adalah sebuah
citra, segala sesuatu yang dialaminya bersifat sementara dan menipu, dan alam
semesta ini adalah bayangan", dan rupanya dapat dibuktikan oleh ilmu
modern.
Penegtahuan manusia tentang “dunia luar”sangatlah terbatas.
Pengetahuan itu terbatas pada kelima indra kita, dan tidak ada bukti bahwa
dunia yang kita kenali melalui kelima indra itu sama persis dengan dunia
"yang sesungguhnya".
Jadi, dunia tersebut bisa saja sangatlah berbeda dari apa
yang kita kenali. Mungkin saja terdapat sangat banyak dimensi dan wujud lain
yang belum kita ketahui. Sekalipun jika kita menjangkau titik-titik terjauh
dari alam semesta, pengetahuan kita akan senantiasa tetap terbatas. Tuhan Yang
Mahakuasa, Pencipta segala sesuatu, memiliki pengetahuan menyeluruh dan
sempurna atas segala sesuatu yang, karena telah diciptakan Tuhan, mampu
memiliki sebatas pengetahuan yang Dia izinkan.
Dalam hal ini, filsuf ilmu pengetahuan terkemuka, Bertrand
Rusell, menulis:
Sentuhan yang terasa ketika kita menekan
meja dengan jari-jari kita, yaitu gangguan elektris pada proton dan elektron di
ujung jari kita. Menurut fisika modern, hal ini dihasilkan oleh kedekatan
proton dan elektron pada meja. Jika gangguan elektris yang sama pada ujung jari
kita ditimbulkan dengan cara lain, kita masih merasakan meja di ujung jari
kita, walaupun meja tersebut tidak ada.
Memang kita mudah tertipu, mempercayai suatu persepsi
walaupun dalam kenyataannya tidak ada materi yang berkaitan dengannya. Kita
sering mengalami perasaan ini dalam mimpi. Dalam mimpi, kita mengalami
kejadian, melihat orang, objek dan lingkungan yang tampak nyata. Tetapi
semuanya hanya persepsi. Tidak ada perbedaan mendasar antara mimpi dan "dunia
nyata"; keduanya dialami dalam otak.
Tidak ada keraguan
terhadap fakta bahwa dunia yang kita pikir kita diami dan kita sebut
"dunia luar" dibentuk di dalam otak kita. Akan tetapi, di sini muncul
pertanyaan penting. Jika semua kejadian fisik yang kita ketahui, pada
hakikatnya adalah persepsi, bagaimana dengan otak kita? Karena otak kita adalah
bagian dari dunia fisik seperti halnya lengan, kaki atau objek lain, maka otak
pun seharusnya merupakan persepsi seperti semua objek lainnya.
Sebuah contoh tentang mimpi akan membuat masalah ini menjadi
lebih jelas. Mari kita pikirkan bahwa kita melihat mimpi dalam otak kita sesuai
dengan apa yang telah dikatakan sejauh ini. Di dalam mimpi kita akan memiliki
tubuh imajiner, lengan imajiner, mata imajiner dan otak imajiner. Jika selama
mimpi kita ditanya "Di mana Anda melihat?", kita akan menjawab
"Saya melihat di dalam otak saya". Meskipun sebenarnya tidak ada otak
untuk kita bicarakan, hanya ada kepala imajiner dan otak imajiner. Yang melihat
citra-citra ini bukan otak imajiner dalam mimpi, melainkan "sesuatu"
yang jauh lebih superior daripadanya.
Kita tahu bahwa tidak ada perbedaan fisik antara situasi
mimpi dan situasi yang kita sebut sebagai "kehidupan nyata". Jadi ketika
dalam setting yang kita sebut "dunia nyata" kita ditanya "di
mana Anda melihat" maka jawaban "di dalam otak" sama tidak
berartinya dengan contoh di atas. Pada kedua kondisi, entitas yang melihat dan
merasa bukan otak, yang bagaimanapun hanya seonggok daging.
Kita menyaksikan sebuah salinan dari dunia luar di dalam otak kita.
Satu makna pentingnya adalah bahwa kita tidak pernah dapat merasakan dunia luar
sebagaimana yang sesungguhnya.