Ruang tiga dimensi tidak ada dalam kenyataan,
dan hanyalah praduga manusaia yang di ilhami oleh yang disebut dengan persepsi.
Apakah anda percaya bahwa Masa lalu,saat ini dan akan datang adalah sebuah
kenyataan ? dalam ilmu filsafat tidak ada bukti yang absah tentang keberadaan
ruang tiga dimensi tersebut .
Pendapat ini menyangkal asusmsi pokok filsafat
materialis yang berasumsi bahwa materi berifat absolut dan abadi. Selain itu
filsafat materialis juga berpandangan bahwa waktu juga absolut dan abadi.
Apa yang kita persepsikan tentang waktu
sebenarnya suatu metode untuk membandingakan suatu kejadian yang satu dengan
kejadian yang lain. Kita buat penjelasan ini lebih sederhana,Misalnya saya 10
menit yang lalu mendengarkan music A ,5 menit kemudian saya mendengarkan music
B. Kita tahu bahwa terdapat jeda saat saya mendengarkan music A dan
mendengarkan music B, dan kita menyebut jeda itu sebagai “waktu”.Namun ketika
saya mendengarkan music yang kedua, music pertama tidak lebih hanyalah
imajinasi yang tersimpan dalam pikiran saya. Kita merumuskan konsep “waktu”
dengan membadingkan kejadian yang sedang dijalani dengan kejadian yang
tersimpan didalam memori otak kita. Jika saja perbandingan tidak dilakukan maka
waktupun tidak ada.
Waktu muncul sebagai hasil dari perbandingan antara beberapa peristiwa yang
ada didalam memori otak dengan peristiwa yang dijalani. Jika manusia tidak
memiliki memori atau menyimpan rangkaian peristiwa didalam memorinya,maka
otaknya tidak dapat melakukan interpretasi
sehingga persepsi mengenai waktu tidak terbentuk.
Penjelasan
Ilmiah tentang Ketiadaan Waktu
Seorang cendikiawan dan ilmuwan, François
Jacob, seorang intelektual terkenal dan profesor bidang genetika penerima
hadiah Nobel, dalam bukunya Le Jeu des Possibles (Yang Mungkin dan Yang Aktual)
menjelaskan tentang waktu yang berjalan mundur:
“Film yang diputar mundur
memungkinkan kita membayangkan sebuah dunia di mana waktu berjalan mundur:
sebuah dunia di mana susu memisahkan diri dari kopi, meloncat keluar dari
cangkir dan masuk kembali ke dalam panci susu; di mana berkas-berkas cahaya
dipancarkan dari dinding-dinding dan menyatu dalam sebuah pusat, bukannya
memancar keluar dari sumber cahaya; di mana sebuah batu naik ke telapak tangan
seseorang karena kerja sama menakjubkan dari banyak tetes air yang membuat batu
tersebut keluar dari dalam air. Namun dalam dunia di mana waktu berjalan
mundur, proses-proses di dalam otak dan cara memori kita mengumpulkan informasi
pun mengikutinya. Hal serupa juga berlaku bagi masa lalu dan masa depan, dan
bagi kita, dunia akan tampak seperti apa adanya”.
Dunia tidak berjalan seperti dinyatakan di
atas karena otak kita tidak terbiasa dengan urutan kejadian demikian, dan kita
beranggapan bahwa waktu selalu bergerak ke depan. Bagaimanapun, anggapan ini
merupakan keputusan yang diambil di dalam otak sehingga bersifat relatif.
Sesungguhnya kita tidak pernah tahu bagaimana waktu mengalir, atau bahkan tidak
tahu apakah ia mengalir atau tidak. Semua ini menunjukkan bahwa waktu bukanlah
fakta absolut melainkan hanya sebuah persepsi.
ilmuan yang berpandangan bahwa waktu bersifat
relatif adalah albert Einstein .Einstein sekaligus membuang konsep waktu
absolut — aliran waktu universal yang tidak berubah, mengalir terus-menerus
dari masa lalu tak terhingga ke masa depan yang tak terhingga. Sebagian besar
ketidakjelasan yang meliputi Teori Relativitas berasal dari keengganan manusia
untuk menyadari bahwa pengertian waktu, seperti juga pengertian warna, adalah
sebuah bentuk persepsi. Sebagaimana ruang hanyalah suatu susunan objek-objek
material yang mungkin, waktu juga hanyalah susunan kejadian-kejadian yang
mungkin. Subjektivitas waktu paling tepat dijelaskan dengan kata-kata Einstein
sendiri. "Pengalaman-pengalaman individu," katanya, "kita lihat
sebagai rangkaian berbagai kejadian; dalam rangkaian ini, kejadian tunggal yang
kita ingat terurut sesuai dengan kriteria 'lebih dulu' dan 'kemudian'. Oleh
karena itu setiap individu akan memiliki 'waktu-saya' atau waktu subjektif.
Waktu ini, dengan sendiri-nya, tidak dapat diukur. Saya, tentu saja, dapat
menghubungkan angka-angka dengan kejadian-kejadian sedemikian rupa sehingga
angka terbesar melambangkan kejadian terkini dan bukan dengan kejadian lebih
awal.
Karena waktu terdiri atas persepsi, maka waktu
bergantung sepenuhnya pada orang yang merasakannya. Karena itulah waktu
bersifat relatif.
Kecepatan waktu mengalir akan berbeda
berdasarkan acuan yang digunakan untuk mengukurnya, karena tubuh manusia tidak
memiliki jam alami yang dapat menentukan secara tepat kecepatan waktu berjalan.
Seperti yang ditulis Lincoln Barnett: "Sebagaimana tidak ada warna bila
tak ada mata untuk melihatnya, tidak ada pula ukuran sesaat, sejam atau sehari
bila tak ada kejadian untuk menandainya."
Relativitas waktu dapat dialami secara
sederhana di dalam mimpi. Walaupun apa yang kita lihat dalam mimpi tampaknya
berlangsung berjam-jam, sesungguhnya hanya berlangsung beberapa menit, atau
bahkan beberapa detik.
Referensi: Harun yahya
Referensi: Harun yahya